Tampilkan postingan dengan label cerpenQ. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerpenQ. Tampilkan semua postingan

Seniorku Kekasihku


Dengan Tergesa-gesa Eca mulai menaiki tangga di lantai 2 kampusnya. Kebetulan, kelas yang ditempatinya untuk kuliah berada di lantai 3. Pagi ini sangat sepi, seorang pun tidak nampak di hadapan Eca. Ternyata, Eca sangat cepat berangkat ke kampus. "Wahh... kok belum ada orang..???" Fikir Eca dalam hatinya. Ternyata, selidik punya selidik, jam di Handphone Eca cepat satu jam dari biasanya. "Hahh... aku kepagian..!!" Teriak Eca lagi dalam hati.

Tidak seperti biasanya, pas sampe di kampus Eca langsung masuk kelas, kali ini dia sempatkan dirinya untuk menikmati udara pagi di luar kelas sambil memejamkan mata.

"Heyy...!!!" Sapa seorang laki-laki yang tiba-tiba langsung duduk di samping Eca.
"Heyy.. juga". Jawab Eca . Ia lupa siapa laki-laki itu.

Sepintas, laki-laki yang ada di sampingnya itu mengingatkan Eca kepada seseorang yang pernah sangat dekat dengannya.

Dosenku Pahlawanku


Aku setengah berlari menuju koridor tempat penerimaan mahasiswa baru yang terletak di  balik bangunan yang berwarna hijau di kampusku. Rumput yang mulai menghijau di selingi dengan desiran angin yang seolah-olah mempengaruhi gerakan rumput itu tak menghalangiku untuk sampai ke sana. Setelah hampir sampai di sebuah pagar yang di balut cat kesukaanku, berwarna putih polos, aku tinggal sejenak memperhatikan tulisan yang terpampang dipagar itu "Selamat Datang Calon Mahasiswa Baru". Kalimat itu seolah menghipnotis aggapanku mengenai kampus ini. Ya, kampus ini benar-benar kampus idaman.
Siang itu, kulihat matahari tak begitu menampakkan sinarnya. Aku tersenyum sinis, tiba-tiba saja ku teringat dengan teman-teman yang selama ini menemaniku. Mereka tak lagi ada di sampingku karena memiliki kesibukan masing-masing. Ini akan menjadi siang yang begitu melelahkan, mengurus semua keperluan mendaftar ulang sendiri, berusaha mengenal beberapa teman dengan sendiri, dan beradaptasi pun dengan sendiri. Sudah ku duga tak ada satupun yang senasib denganku.
***
"Adit, cepatlah kamu bersiap-siap! Sebentar lagi kuliah di mulai."
Aku yang sedang asyik menikmati sebungkus kerupuk kentang yang ku beli di toko pinggir jalan tadi tiba-tiba terkaget dan sedikit mempercepat mengunyah kerupuk tersebut. Rupanya Sigit, sahabat yang ku kenal di sebuah warung sudah siap menuju kelas dengan beberapa buku-buku tebal terpampang di pinggangnya.

Dia Yang Merubah Segalanya


ini adalah sebuah curhatan dari seorang perempuan yang menjadi kakak sekaligus sahabatku....!!! setelah mendengarnya, terbesit dalam benakku untuk menjadikannya sebuah cerpen.. yahh..
lewat ceritanya dia mulai bercerita......

Aku berasal dari pulau Sulawesi, yang kebanyakan SD nya sekarang tak memadai untuk di tempati. Lantai yang masih beralaskan tanah liat, dinding yang sedikit lagi akan punah dan atap yang tak lama lagi runtuh, membuat kami, para siswa tercengang melihatnya. Tetapi, aku punya cita-cita dan harapan ingin menikmati jenjang pendidikan yang setinggi-tingginya! Aku memiliki banyak luka dan lara yang hampir setiap hari kurasakan. Sebuah keadaan yang selalu menghalangiku untuk mencapai cita-citaku tersebut, kemiskinan menghanguskanku layaknya kemurkaan kobaran api. Tanggung jawabku pun sebagai anak pertama setiap hari menghantuiku bahkan pernah membuatku ingin menyudahi perjuangan menggapai dunia ini.
Terseduh-seduh aku menghadapi kerasnya dunia reformasi ini. Sampai-sampai sudah ku taksir diriku ini tak akan mampu melanjutkan sekolah. Namun, semuanya itu tak membuatku untuk mundur dari perjuangan. Aku masih ingin bersekolah. Meski bapak menentang keputusan bijakku ini. Waktu itu aku duduk di bangku kelas tiga tsanawiyah di sebuah pesantren agak jauh dari kampung halamanku. Membutuhkan waktu satu setengah jam menuju ke sana. Tiba-tiba ku teringat sebuah surat yang datang dua hari yang lalu.

maafkan atas keteledoranku.....


Di sebuah terminal bus dekat pusat perbelanjaan sebuah kota, Dina kembali meneguk sebuah minuman yang ia beli di sebuah supermarket. Tepat pukul 8 pagi. Musim hujan yang sangat hebat. Butiran-butiran air laksana busur-busur panah yang akan memusnahkan musuh. Mentari seolah-olah tak berkutik dibuatnya. April ini memang terasa lebih berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Di luar sana hujan masih berbondong-bondong membasahi seluruh penjuru kota ini sejak tadi malam. Entah mengapa kota ini seakan-akan tertutupi oleh segumpal kabut yag membuat kabur pandangan setiap orang yang melihatnya.
Di terminal yang selalu ramai ini, agak sepi karena hari masih sangat pagi. Ada seorang anak di kursi sebelah, sedang berusaha membetulkan tali sepatunya. Dina melangkah perlahan ke seorang pedagang asongan, sesaat setelah menyerahkan uang 2 ribuan, sebungkus tissue basah sudah ada di tangan Dina. Tissue itu sejenak bisa mengeringkan sepatunya yang terkena percikan air hujan tadi. Tapi tak lama ketika tangan Dina menyentuh surat di saku jaketnya, sepatu yang tadinya sudah hampir mengkilap serasa kotor lagi dan membuatnya  bergetar hebat.
Dua hari yang lalu surat ini tiba di asramaku. Tak banyak isinya, hanya sebuah pesan singkat yang di kirim adikku, "Ibu sakit keras dan ingin sekali bertemu kakak. Kalau kakak tidak ingin menyesal, pulanglah meski sebentar, kak". Dina mengeluh perlahan membuang sesal yang bertumpuk di dada. Surat ini di kirim Dini setelah beberapa kali ia menelpon Dina dan meng-smsnya, tapi Dina tak begitu menggubris ceritanya. Mungkin ia bosan, hingga akhirnya surat ini yang di kirimnya. "ah, waktu seolah-olah bergerak lamban, Aku ingin segera tiba di rumah" sahut Dina dalam hatinya. Tiba-tiba rindu Dina akan ibunya sudah tak tertahankan lagi. "Tuhan beri aku waktu, aku tak ingin menyesal".
Sebenarnya, Dina sendiri tak punya banyak waktu untuk pulang. Kesibukannya kuliah di fakultas kesehatan, di tambah lagi profesi yang ia dapat beberapa bulan lalu, sebagai penulis plus tugas-tugas kuliah yang tiap harinya tak pernah absen. Semuanya itu membuat Dina seperti tenggelam dalam kesibukan dunia kampus tersebut. Inipun dia pulang setelah kemarin meminta izin dan mengorbankan tugas kuliahnya yang sebentar lagi harus selesai.
Sudah hampir dua tahun Dina tinggal di luar kota kelahirannya. Tepatnya sejak ia lulus di salah satu universitas negeri di daerah itu. Sejak saat itulah Dina tak pernah sekalipun melihat suasana di tanah kelahirannya.

Cina Ka'bulator

Andi Ardiansah atau di panggil dengan aco adalah anak Makassar tulen. Rautnya keras. sekeras kata- kata dan perilakunya. Setiap hari panas mentari menyengat pori pori kulitnya hingga membesar serupa kulit jeruk. Hitam legam bagai arang di perapian Daeng Naba yang pula Makassar tulen.
Umurnya sekarang menginjak tahun ke-18. Umur dimana ketakutan akan menyelesaikan sekolah masih terbayang-bayang di benaknya. Seperti  nasib beberapa motor yang terpampang di depan warung kopi Daeng Naba.
Matahari merekah panas. Sepanas hatinya kala pelanggan yang tidak membayar parkir ketika ingin pulang. “kurang ajara' nah. seharusna mengerti mi itu! Cape ta’ lagi jagai motorna! Bambang’i!” katanya terus dalam hati setiap ada lagi pelanggan yang tak mau mengerti.
Tak tahu darimana datangnya putri ling-ling. Gadis menawan serta mempesona, yang jilbabnya terurai panjang sampai ke perutnya, dan berwarna putih, Seputih cat tembok deluxe di matrial kepunyaan bos saya. Langsung naik ke rumah tanpa bicara. Aco langsung Duduk kearah gang kecil dibelakang jalan besar yang becek dan sepi.
“hey, apa di bikin di situ…. ujar Aco tampak akrab.
“nda… ku buangji tadi sampah yang ada d rumahku!” balas ling-ling ramah.
“ohh… ku kira apa di bikin deh…’ he he he!!!” tawa renyah Aco yang menandakan keakraban mereka berdua.
Sungguh malang nasib Aco, dapat kerjaan jadi tukang parkir di sebuah warung kopi milik seorang juragan matrial. Memang sih kalau tampang, Aco bisa di acungi jempol keatas. Apalagi alis hitam tebal serta jenggot yang mulai tumbuh di bagian dagu Aco, tak pantas bekerja di depan sebuah warung kopi di lengkapi dengan topi warna orange serta seragam yang berwarna orange pula tak lupa sempritan seharga lima ratus rupiah yang menjadi modal berharga bagi Aco untuk menjalankan pekerjaannya tersebut  (Juru Parkir maksud saya!). tapi apa salahnya? Ustad Jefri saja yang sekarang merupakan da'i kondang– dulu pernah jadi Preman di terminal serta pernah terjerumus obat-obat terlarang.(kata orang!!!).
Di belakang warung kopi  tua sore menjelang malam.
Aco terkapar dan berdiri sangat lelah. Seolah-olah ia telah lari melewati tembok cina sepuluh kali. Ia tak mampu menyembunyikan kelelahannya setelah berhasil mengangkat dan mengeluarkan sebuah motor tiger yang terletak paling dalam di tempat parkiran. Namun kelelahannya tersebut tergantikan ketika ia mendapat bayaran parkir sebesar dua puluh ribu dari pemilik motor tiger itu.
"Ngapa na banyak sekali di kasikka' pa', nda da kembalianku kodong." Jawab Aco ketika menerima bayaran dua puluh ribu.
"Ka tidak ku mintaji kembaliannya juga, ambil semuami.. untuk kau memangji itu. Senangka' ku rasa liatko jadi tukang parkir di sini." Kata pemilik motor itu memuji Aco.
"ooo.. makasih pade' pa'" jawab Aco sambil mencium tangan pemilik motor itu pertanda hormatnya kepada beliau.
“ok… deh… yang penting seriusko jagai motornya orang nah..?” kata pemilik motor itu lagi mengingatkan.
“ok deh pa', hati-hatiki' pade' pa' di jalan, janganki' bosan datang ke sini pa'!!” sambil tangannya melambai-lambai ke arah bapak itu.
Bapak itu pun tak menjawab sepatah kata dari mulutnya. Ia langsung memutar gas motornya menjauh dari warung kopi tersebut.
Aco terdiam masih memandang keluar ke arah jalan. Hujan turun rintik rintik. Orang tua gila yang duduk sudah bertahun-tahun di depan sebuah toko berlarian mengadahkan wajahnya kelangit. Mencuri butir-butir berkah dari Yang Maha Kuasa sambil tertawa, melompat, dan sesekali menjilati tangannya yang sudah dipenuhi daki.
Hujan makin deras. aku juga harus pulang !!
* * *
Esok hari.
“sori ces, saya pulang duluan kemarin nah! Saya baru ingat. saya janji sama pacea pulang cepat. Sori-sori maap nih ces nah!” kataku sambil memohon.
“nda apa – apa ji itu! Tenang mo ko. Tapi kau liat mi to cewek yang kemarin ku kasi liatko waktuta' pergi jalan di benteng. Cina ka’bulator!!”
"Yang manayya itu?"
"itue, keluarganya bosku, yang ku kasi liatko waktuta' jalan-jalan ke benteng."
Tawa renyah kami di warung kopi Daeng Naba yang kerap disebut sebut “warkop dottoro”. Di salah satu lorong di kawasan itu, yang sekitar beberapa kilo lagi bisa sampai di pasar sentral.
"Sebenarnya mau sekalika' itu sama dia. Kerenki ku liat. Jarang-jarang nah, ada cina islam."
"Kalau begtu dekatimi pade'… mumpung selalujiko ketemu di warkopka….!!
“tapi begini mi nasib ku kodong. Tena doi’!!”(bukan doi serupa pacar, tapi doi’ dengan huruf “i” di tekan yang berarti duit. Fulus.)
“memang kira-kira berapa mi kah? Perasaanku, kalau orang cina nda ada duit panaik-nya”.sambutku lagi mulai bercakap.
“memang! Tapi ko tau nah, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung!! Paling kecil 5 juta pace-mace(Bapak-Ibu)nya minta. Dari mana ki dapat uang segitu? Saya kan tukang parkirji  kodong! Kalo dibilang cinta. Cinta mati mi ini saya sama tu cina” jelasnya lagi. Nadanya merendah, rautnya turun membentuk guratan-guratan baru yang lumayan dalam.
“Makassar di’. Be be be…. Lima juta!! Bisa mi beli motor bekas itu kau’e.”lantunku menyindir. Tetapi jelas bukan dia yang kusindir. Kalian pasti mengerti kan?

Aco, sahabat baru yang ku kenal tidak sengaja, karena pernah menabrakku sewaktu hendak memotret bangunan di kawasan ini. Dulu kami hampir berkelahi karena itu. Tapi toh sekarang malah jadi sahabat.
Kopi hitam pekat diseruputnya perlahan karena masih panas, lalu ditenggak penuh kenikmatan. Menenggelamkan diri dalam rasa manis campur pahitnya kopi Daeng Naba. Bagai kisah cintanya yang pula pahit manis. Ia menarik nafas panjang, sepanjang waktu yang akan ia lalui tuk gapai harapannya, sepanjang mimpinya tuk menggenggam uang 5 juta(itupun minimal) dan meminang gadis impiannya. Dan ku yakin pula, si gadis cina yang ku gelari ling-ling itu pun menunggu tak sabar datangnya hari kebahagiaan yang dinantinya.

Sahabat Sesungguhnya


     hmmmm... entah sudah berapa lama..!! tak nulis cerpen lg..!!!
yahhh.. mungkin karena terlalu fokus sama cerita yang mesti di lanjutkan.. jadi buat cerpennya pun tidak sempat...!! sebenarnya.. inspirasinya banyak sekali...!!! namun, saking banyaknya... susah untuk membuatnya..!!

     hehehe.....

     langsung saja deh....!!!
    suatu hari... Deni baru pulang main futsal with his boarding school friends. ketika itu Deni cuma jalan kaki saja menuju tempat futsal itu karena kebetulan tempat futsalnya dekat dari kediamannya. Deni merupakan siswa setingkat kelas 3 SMA. setelah pulang dari lapangan dan menuju rumahnya. Dia pun berjalan sendiri dengan sangat lelah. ketika Deni berada pas di depan sebuah warung. tiba-tiba dia melihat seorang remaja yang kira-kira seumuran dengannya, lewat dengan naik sepeda lalu jatuh tersugkur ketika ingin menghindari lubang yang ada di pertengahan jalan. tanpa berfikir panjang, Deni pun langsung berlari sekuat tenaga untuk menolong anak tersebut. Deni membantunya berdiri, dan membantu mengumpulkan barang-barang yang di bawa oleh anak itu. semprotan serangga, tali pengikat, gunting dan benda-benda aneh sudah di masukkan kembali ke dalam ransel anak itu. Deni juga melihat kalau kaki anak itu sedikit terluka. maka dia mengajak anak itu ke rumahnya yang tidak jauh dari tempat anak tersebut jatuh sekaligus mengobati luka kaki anak itu. awalnya anak tersebut menolak ajakan Deni, namun, karena di ajak terus menerus, akhirnya anak itu pun bersedia untuk di obati. dan masuklah Deni dan anak itu ke rumahnya. 

     Di dalam rumah, Deni mengobrol banyak dengan anak itu yang belakangan di ketahui bernama Rafi. Lama sekali mereka berdua ngobrol. entah sudah berapa topik yang mereka bicarakan. mulai dari tempat tinggal, sekolah, hobby, bahkan tentang cinta sekalipun. semenjak peristiwa itu, Deni dan Rafi menjadi sangat akrab dan berjanji untuk jadi sahabat selamanya. 

     ketika lulus SMA, cerita mereka berdua pun berlanjut. mereka berdua di terima di perguruan tinggi ternama yang sama di kota mereka. persahabatan mereka pun makin dekat. sehingga tak terasa waktu kelulusan pun tiba. beberapa hari sebelum wisuda, Rafi pergi menemui Deni, seperti biasanya mereka lalu ngobrol. 

     "Hey, Deni".. kata Rafi. Tahukah kamu, jika kamu tak menolongku dulu, mungkin aku tidak bisa seperti ini. dan tidak akan mengenal orang sepertimu. kamu memang sahabat terbaikku." lanjut Rafi.
"lahh... biasa saja lah Rafi, memangnya kenapa Fi...??" tanya Deni.
"Maaf jika aku tak pernah cerita tentang ini sama kamu. Masa-masa awal pertemuan kita dulu, merupakan masa-masa kritis dalam hidupku. waktu itu, bisnis bapakku bangkrut. dia rugi besar. dan ibuku, bukannya memberi dukungan kepada bapakku. dia malah pergi dengan lelaki lain. aku selalu jadi korban emosi ayahku. waktu itu, saya sangat kecewa dengan mereka dan aku ingin bunuh diri. 

     Rafi melanjutkan ceritanya. "tetapi waktu habis beli racun serangga dan tali untuk bunuh diri. sepedaku malah terpelesat di jalan dekat rumahmu dan kamu menolongku. keakraban dan ketulusanmu waktu itu seolah-olah bercerita bahwa masih ada orang baik di sekitarku dan aku sudah tidak merasa kesepian lagi ketika itu. aku melihat masih ada harapan. canda, tawa dan sikapmu membuatku membatalkan bunuh diri. thanks broooww....!!!" entah sadar atau tidak, kamu telah menyelamatkan nyawaku. sekali lagi terima kasih sobatku....!!!"

** Sekian **

luangkanlah sedikit dari waktumu untuk tersenyum kepada salah satu orang yang tidak kau kenal. mungkin senyum itu bisa menjadi obat bagi satu penyakit orang itu atau bahkan bisa menjadi pelipur lara orang tersebut......

Kado Terindah

yyuppzz... kembali lg dengan sebuah cerpen yang mungkin tak akan ada yg minat untuk baca.. hehehe!!!.. bukan karena saya pesimis, tp karena mmang kenyataannya bgtu.. hahaha...!!
tapi terserah yang sudah baca, mau bilang apa...!!!


baik.. saya tulis postingan ini karena dapat ilham (sebut nama sendiri...) atau tidak usah pake kata ilham deh, nanti kontroversi.... tepatnya kemaren di dalam kelas, kebetulan dosen waktu itu tidak hadir (eiitss.. saya sangat senang lah waktu itu karena hari itu saya yang presentasi.. hahah).. ketika itu matahari kayaknya bersemangat sekali memamerkan sinarnya yang menyilaukan setiap orang yang melihatnya, beda dengan bulan yang waktu itu sedang tidur pulas karena semalam tak henti-hentinya menghiasi langit bersama bintang-bintang. ketika itu juga para semut-semut kecil tak henti-hentinya berbaris, sepertinya mereka bahagia sekali waktu itu... (hahaha... sok puitis)...

untu mengisi waktu yang kosong tersebut, my friend saya itu membagi kisahnya bersama seorang perempuan yang kebetulan satu kampung dengannya. kisah yang menurut saya sangat inspiratif walaupun di selingi dengan tawa-tawa lepas darinya....!!!

kisahnya itu di mulai ketika mereka satu kampus di salah satu perguruan tinggi ternama di jakarta (sorry, ga perlu tulis nama universitas itu lah)..
sebut saja nama teman saya itu rifki (samaran), dia yang pada saat itu tengah sibuk-sibuknya belajar di dalam kamar. tiba-tiba terdengar suara "afiiikaa... iyya. ada yang baru ni"... apaa...  belum sempat habis, suara itu pun di hentikan oleh jarinya yang memencet sebuah tombol di HPx (ma'lum jaman sekarang kan jamannya afiikaa.. jadi ringtone smsnya pun afikaa). dia pun dengan senyum khasnya mulai membaca kata demi kata sms itu yang ternyata dari Delisha. sebelumnya, delisha itu adalah perempuan yang saya bicarakan di awal postingan tadi. lanjut cerita,isi smsnya begini "ass... kak, lagi ngapain ni....??" .... Rifki pun dengan lincahnya membalas sms itu (ma'lum, hobbinya pada saat itu adalah smsan.. hehehe) "g lg ngapa2in kok dek'....!!! mang knp, tumben sms...??'''   g kok kak, cuma lg pengen sms sja soalx kk g p'nah sms lg".. balas Delisha...!!! lama Delisha menunggu balasan dari Rifki yang tak kunjung datang. Delisha pun melakukan kegiatan apa saja untuk menunggu balasan dari Rifki. Namun,pucuk dicinta, wulan pun tak datang-datang (hahaha.. memodifikasi sebuah pepatah..).

antara CINTA dan KAWAN

Hidup akan indah bila kita masih memiliki seseorang yang kita sayangi, seperti fahrul, Fahrul masih memiliki orang tua yang sayang dengannya dan saudara laki-lakinya yang sangat menggemaskan yang masih kelas 4 SD. Serta tak luput mempunyai seorang kawan yang baik yang selalu bersama ketika dia sedih, gundah, risau maupun senang. Fahrul mempunyai sahabat dia bernama Arsil dan ari. Kemana-mana mereka selalu bersama seperti layaknya besi dan magnet yang sulit dipisahkan. Mereka pertama kenal ketika pertama MOS dan memulai sekolah di PESANTREN, Ketika itu Ari duduk sendirian dan tak sengaja Fahrul menghampirinya dan berkenalan. Setelah mereka berbincang-bincang cukup lama datanglah seorang anak Lelaki tinggi, tidak terlalu  putih bertahi lalat di bawah matanya yang agak sipit. Tahi lalatnya itu membuat wajahnya menjadi manis dan disegani oleh kaum Hawa pada saat itu.

“Hai…. Ari dah lama nunggunya yah???” kata remaja yang baru kelas tsanawiyah  (atau setingkat dengan 1 SMP) itu.

“Ea… lama sekali, kamu dari mana saja???? kata Ari
 
“Maaf yach aku berangkatnya siang sobb, soalnya bangunnya kesiangan… hehehe” jawab Lelaki yang berbicara dengan Ari sambil tersenyum.

“Oa,untung ada Fahrul  yang temani saya di sini bro, rul kenalkan ini arsil teman sekelas kita juga lho. Oya brow kenalin ini teman sebangku saya namanya Fahrul” kata Ari sambil memperkenalkan temannya.

“Kenalin saya Fahrul, aku duduknya di samping tembok

True Love

Hahhhhh……!!
Ini adalah postingan ke 2 ku…!! Jadinya lama sekali, kalau tidak salah sudah seminggu tidak pernah posting sesuatu lagi…!!
ok.. lanjut saja..
ini adalah kisah salah seorang my best friend yang selalu ada untukku di kala susah, maupun senang (kayaknya).. hehehe…!!!
sebenarnya kami punya banyak kisah untuk di bicarakan, tapi kayaknya yang paling seru untuk di ceritakan, yaitu apalagi kalau bukan kisah CINTA  seorang sahabat..!!
hahaha… romantis juga judulnya….!!!

cerita kali ini di awali oleh seorang sahabat saya